Untuk mengurangi ketergantungan keberlangsungan usaha peternakan unggas banyak perusahaan atau perorangan (home industry) yang melakukan konsep integerasi dari hulu ke hilir. Dalam istilah perusahaan perunggasan modern, konsep ini dikenal dengan nama integrated poultry industry. Memang dengan konsep integrasi terpadu ini, perusahaan maupun perorangan atau home industry memiliki banyak keuntungan yang didapatkan seperti tidak tergantung pada pihak lain, dapat mengurangi resiko fluktuasi harga (produk unggas merupakan komoditi yang memiliki nilai jual yang senantiasa berfluktuatif), untuk memaksimalkan margin seluruh lini usaha. Tidak bisa terlepas pelaku usaha peternak unggas biasanya mengalami kerugian yang diakibatkan
oleh penyakit atau harga jual yang rendah dan semakin mahalnya bahan-bahan baku untuk pakan.
Untuk mengatasi permasalahan yang biasa dialami oleh para peternak unggas tsb, sebaiknya mereka bersatu membentuk suatu unit usaha (seluruh sahamnya dimiliki oleh para peternak) yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Nanti apabila unit baru tersebut menghasilkan keuntungan/laba usaha, maka laba tersebut dibagi berdasarkan persentase modal yang ditanamkan oleh peternak di perusahaan baru tersebut. Dengan demikian seluruh margin dari setiap lini usaha dapat diraih dan diserap oleh perusahaan baru tersebut.
Sedikit gambarkan Kosep Integrasi Terpadu (KIT) adalah sebagai berikut:
PT.CTM merupakan suatu unit usaha baru yang modalnya didapatkan dari saham para peternak. PT.CTM ini yang mengelola KIT mulai dari Breeding Farm sampai dengan Food Industry dan disupport oleh perusahaan pakan dan obat yang terpisah dari KIT. KIT ini dibuat sefleksibel mungkin yang dimana persentase daya serap lini yang didalam dan diluar tergantung pada situasi pasar . PT.CTM ini memegang peranan yang sangat strategis dimana dapat mengendalikan fluktuatif harga mulai dari DOC, ayam besar hingga karkas. Harga jual produk mulai dari DOC, ayam besar hingga karkas. PT.CTM ini pun haruslah mendapatkan laba usaha yang pada nantinya pun akan dibagikan ke peternak sesuai dengan jumlah saham yang ditanamkan peternak. Dengan demikian, marketing PT.CTM terutama di hilir (RPA dan Food Industry) haruslah handal dan cakap dalam melihat situasi pasar sehingga diharapkan mereka dapat memiliki basis pelanggan dengan harga jual yang tetap.
Dengan kebutuhan konsumsi pakan PT.CTM yang sangat besar sehingga dapat mengikat pabrik pakan untuk menjual pakannya dengan harga tetap (pada waktu PT.CTM untung maka harga pakan ikut naik dan sebaliknya apabila peternak rugi maka harga pakan akan ikut turun). Hal ini sangat strategis mengingat komponen pakan merupakan kontribusi terbesar dalam komponen industry unggas (sekitar 60-70%). Harga obat, vitamin dan mineral pun dapat ditekan dengan adanya harga yang tetap sehingga peternak lebih fokus pada biaya operasional, teknik pemeliharaan dan efisiensi yang sebagian besar dapat dikendalikan oleh peternak.
Tahapan pengelolaan manajemen PT.CTM bisa mencakupi seluruh lini usaha mulai dari breeding sampai dengan food industri secara sekaligus, atau bisa pula secara bertahap mengelola beberapa lini usaha dulu untuk kemudian berkembang menjadi terintegrasi seluruhnya, tergantung pada pemegang saham (para peternak). Namun demikian disarankan agar pertimbangan ini berdasarkan pada kualitas dan kemampuan sumber daya manusia, modal, rencana pengembangan usaha, pemasaran, kondisi dan letak potensi geografis daerah.
Di unit Breeding, hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya kontinuitas ketersediaan stok untuk unit ini sebaiknya PT.CTM lah yang mengelola mengingat dari kemampuan beternak para peternak di bidang breeding yang masih terbatas. Untuk unit budidaya, sebaiknya para peternak yang memiliki saham di PT.CTM lah yang memberdayakan. Hal ini penting agar seluruh produksi DOC dari PT.CTM dapat diserap seluruhnya oleh para peternak budidaya. Tetapi karena PT.CTM ini dibuat sefleksibel mungkin, maka dimungkinkan produksi DOC, ayam besar maupun karkas tidak diserap seluruhnya oleh PT.CTM, namun dapat pula dijual ke pasar sesuai yang dirundingkan antara manajemen PT.CTM dengan peternak, dimana hal ini tergantung pada kondisi dan situasi pasar.
Begitu pula halnya dengan RPA, seluruh ayam besar dari unit budidaya ditampung di RPA sesuai dengan bobot yang diminta oleh RPA. Apabila ayam besar dari unit budidaya tidak memenuhi standar dan kualitas RPA, maka ayam tersebut dapat dijual ke pasar luar. Di unit RPA ini dibutuhkan gudang penyimpanan dengan kapasitas yang cukup besar, yang sewaktu-waktu dipakai apabila harga ayam besar turun sehingga RPA dapat memotong ayam dalam jumlah yang sangat banyak dan apabila harga sudah membaik kembali, maka RPA tinggal mengeluarkan stock ayam di gudang. RPA yang dipakai sebaiknya RPA kelas menengah/ semi modern, mengingat RPA yang modern membutuhkan investasi dan modal yang sangat besar. Di RPA ini dibutuhkan seorang salesman yang handal mengingat RPA merupakan salah satu unit usaha yang dapat memanfaatkan momentum fluktuatif harga ayam. Adapun kebutuhan untuk food industri yang jumlahnya telah ditetapkan (minimal sesuai dengan kapasitas mesin), tetap dipenuhi oleh RPA secara kontinue.
Meskipun KIT merupakan suatu konsep terpadu yang memadukan seluruh lini secara integrasi dari breeding sampai dengan food industri, namun tahapan pengembangan food industri hendaknya dilakukan setelah seluruh lini mulai dari breeding, commercil farm sampai dengan RPA dinilai mantap. Hal ini dinilai perlu mengingat karakter bisnis di food industri relatif agak berbeda dibandingkan dengan unit usaha yang lainnya. Strategi pengembangannya pun berbeda mengingat produk yang dihasilkannya merupakan barang dagangan yang penjualannya lebih efektif dengan menggunakan media iklan/ media promosi lainnya. Belum lagi dengan jenis produk yang akan diproduksi, branding dan packaging yang digunakan, mutu dan kualitas produk, rasa, dll yang kesemuannya itu memerlukan riset pasar terlebih dahulu yang biayanya pun relatif besar. Namun hal ini bukanlah halangan bagi peternak yang akan mengembangkan lebih jauh usahanya food industri mengingat porsi kebutuhan akan produk ayam olahan masih sangat besar. Untuk memulainya, PT.CTM mengembangkan terlebih dahulu food industry tradisional yang tidak membutuhkan modal yang terlalu besar dan produk yang dihasilkan berupa produk curah dan tidak bermerk. Biasanya hasil produksi food industry tradisional ini yaitu nugget, kaki naga, otak-otak, baso, kripik ceker ayam/usus, dll. Proses pengolahannya lebih banyak menggunakan tenaga manusia dibandingkan mesin. Bila nanti pangsa pasarnya berkembang, maka PT.CTM ini tinggal meningkatkan kapasitas produksinya. Apabila masih kurang memadai, maka food industry tradisionalnya harus di up grade menjadi food industry semi modern. Dengan demikian food industry nantinya akan menjadi lokomotif PT.CTM yang akan terus mengembangkan masing-masing unit usahanya mulai dari pembibitan, budi daya, rumah potong ayam dan food industrynya itu sendiri.
Diharapkan dengan adanya KIT ini maka akan terbentuk suatu pasar tetap yang proses pengelolaannya berasal dari peternak, oleh peternak dan untuk peternak dimana seluruh margin usaha akan dinikmati oleh peternak pula. Dengan demikian KIT dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah yang biasa dialami oleh peternak unggas yang selalu terombang-ambing oleh fluktuatif harga dan tidak adanya kepastian usaha yang menguntungkan bagi peternak. Masa depan dalam genggaman,jayalah terus peternak dan penetas Indonesia…
By - SyberNews ‘harapan rakyat’ dan sedikit rubahan admin.CTM
0 comments:
Komentar baru tidak diizinkan.